Langsung ke konten utama

JATUH CINTA VIRTUAL PART 1

 

JATUH CINTA VIRTUAL

"AKU YANG BARU MENGENALNYA"

Written by Khoti Isnaeni


Sedari dulu Ana selalu beranggapan jatuh cinta adalah sesuatu yang sulit untuk dirasakan. Baginya untuk bisa dilevel cinta kepada seseorang, maka harus ada yang bisa dikagumi dari pria yang mendekatinya. Baik itu kekaguman karena kecerdasan intelektualnya, kecerdasan emosionalnya atau kagum karena keahlian di bidang tertentu yang pria itu miliki.  Dia berpikir apakah sikapnya yang seperti itu sama dengan sapiosexual. Yakni keadaan dimana seseorang hanya memiliki ketertarikan saat bertemu lawan jenis yang memiliki kecerdasan atau pengetahuan di atas rata-rata menurutnya. Sebab sampai kapanpun Ana tak pernah bisa tertarik dengan lelaki yang berada di bawahnya untuk masalah-masalah ini. Dia tidak bisa mentoleransi laki-laki yang berselera humor rendah atau penakut untuk maju di atas panggung. Dia juga tidak bisa mentoleransi laki-laki yang tidak mampu survive atau tidak bisa hidup mandiri. Setampan apapun laki-laki itu jika menurutnya tidak bisa memenuhi salah satu standar yang dianggap penting maka hilanglah semua ketampanan itu di matanya. 

Dia hampir selalu frustasi atas perasaan yang ia miliki. Jika harus demikian yang terjadi dan sulit menemukan lelaki yang bisa Ia kagumi maka dia hanya bisa berharap Tuhan memainkan perannya untuk menyelamatkan dirinya dari kesendirian.

Untuk suatu hal yang masih dia pandang aneh ini, Ana masih terus berharap bisa merasakan apa itu cinta. Bagaimana memikirkan seseorang setiap malam sambil menatap rembulan, bintang dan tersenyum. Bagaimana menatap hujan yang jatuhnya seolah membawa banyak rintik dan kerinduan. Dia ingin tahu bagaimana rasanya bertemu dan tertawa bersama. Hanya kemudian dia menyadari, sepertinya itu sesuatu yang mustahil.

Suatu ketika, di malam yang dingin dan tenang. Ana duduk termangu di balkon rumahnya. Sesekali dia menatap ke arah pepohonan dan bintang di langit yang bersih dari awan. Ada bunyi katak yang menyertainya malam itu. Pikirannya lalu terus bertanya-tanya dimana cinta berada. Dibukalah  ponsel yang digenggamnya kemudian memutar playlist yang menjadi andalannya selama ini sambil beranggapan bahwa cinta ada di lagu-lagu kesukaanya. Lagu Sal Priyadi dan Amizah berjudul Amin Paling Serius. 

Ana yang  tak menyadari apa kaitannya lagu tersebut dan hatinya sekarang. Karena lirik lagu itu seharusnya hanya cocok didengarkan oleh dua orang kekasih yang saling kagum dan berjuang bersama. Bukan seseorang yang masih sendiri dan melamun seperti dirinya sekarang. Namun dia  hanya bisa mendengarkan.  Dia mencoba mengilustrasikan, mengvisualisasikan isi perasaanya suatu saat nanti. Ana merasa ada sebuah keinginan yang besar di dalam dadanya. Dia ingin menikah dengan seseorang yang bisa dia kagumi dan mengagumi dirinya. Dia ingin bersama seseorang yang bisa melihat bahwa Ana memiliki banyak potensi baik, memiliki kebaikan dan kesabaran. Dia juga mempercayai bahwa bersama seseorang yang dia kagumi, dia bisa melewati semua badai kehidupan, sesuatu yang mungkin bisa menyengsarakan dirinya, menakuti dirinya tapi tidak membuatnya gentar sedikitpun ketika bersama dengan seseorang yang dikagumi.

Air matanya kala itu terjatuh. Langit semakin tenang dipandang. Pepohonan tertiup lembut oleh udara malam. Dan bintang yang dia tatap berkelip manis. Sempat Ana meilhat sebuah bintang menggores langit singkat. Dia melihat bintang itu sedang terjatuh. Apakah semua yang menjadi keinginannya malam itu sedang menyatu dengan semesta? Ana tidak pernah mau percaya dengan bintang jatuh karena dia tahu bahwa itu musyrik tapi hatinya mau tidak mau seperti membenarkan. Dia mengusap air matanya, dia kemudian berpikir mungkin alam dan bintang jatuh hanya menghiburnya agar tetap tenang dan percaya atau mungkin alam sedang bersenda gurau.

Di pagi hari Ana bangun dari tidur. Dia menatap ponselnya singkat dan melihat pesan di email nya. Dia lalu keluar mengambil air wudhu dan berencana membalas email nya nanti.

Usai melaksanakan shalat subuh, dia lalu membalas email. Sebelumnya, Ana sendiri sudah tahu bahwa email ini datang dari orang lain yang dikenalkan oleh sahabatnya. Email itu datang dari seorang yang mau berkenalan dengan Ana. Pagi itu memang hari termalasnya. Si laki-laki yang akan berkenalan dengan Ana bernama Angga. Dia lalu ingin menghubungi Ana lewat What’s Up. Tulisnya di email tersebut.

Saat itu pikiran Ana langsung bisa menebak, mungkin dia bukan pria baik yang bisa menarik perasaanya. Tetapi lewat email itu juga, Angga meminta Ana memblokirnya kalau-kalau memang tidak tertarik. Ana kemudian berpikir lagi, kenapa dia tidak punya pede yang tinggi untuk diterima dan disukai? Lantas Ana duduk termangu. Di situlah Ana langsung meminta Angga untuk segera menelponnya saja.

Entah kenapa kedatangannya pagi itu seperti jawaban atas tangisan Ana semalam. dia seolah menghubungi Ana seperti Ana yang telah mengundangnya. Padahal Ana sendiri belum bisa percaya apakah dia bisa menyukai laki-laki itu atau tidak nantinya. Tapi atas pemikiran dangkalnya itu, Ana melakukan semuanya untuk suatu panggilan hati. Rasanya sangat aneh kalau dia langsung menolak tanpa melakukan usaha untuk mengenal lebih dulu.

HP Ana lalu berdering. Panggilan telpon What’s Up dari Angga sudah masuk. Jantung Ana sedikit mau copot. Pasalnya baru kali ini ada laki-laki menelponnya. Ana mengangkatnya dengan mengucap bismillah...

“Halo, Assalamualaikum.” Ucap Angga membuka salam. Sembari berpikir cepat Ana buru-buru menjawab salam.

“Waalaikumsalam...”

Beberapa detik berlalu begitu saja tanpa ada yang memulai obrolan, tapi Ana masih mengingat dengan jelas bagaimana Angga membukanya dengan salam. Dari sepintas lalu, suara Angga memberikannya harapan bahwa mungkin inilah orangnya.

“Jadi sebenarnya visi misi pernikahannya bagaimana?” tanya Ana singkat.

Angga terdiam lama. Ana juga ikut terdiam menunggu. Cukup lama direspon, Ana mulai membayangkan jangan-jangan mas Angga ini gak tahu maksud visi dan misi pernikahan. Pikirnya pagi itu. Karena sepertinya terlihat bingung. Ana mengulang dengan pertanyaan lain.

“maksudnya tujuan menikahnya nanti mau bagaimana, punya gak kira-kira gambaran pernikahan yang sudah direncanakan?” ucap Ana kemudian.

Ana dan Angga sudah sama-sama tahu bahwa tujuan pengenalan yang mereka lakukan adalah mencari kecocokan untuk pernikahan. Untuk itu Ana ingin tahu semua gambaran yang kira-kira ingin laki-laki itu tawarkan untuk melihat apakah mereka bisa cocok atau tidak.

“visi misi.....?” Angga berbicara dengan nada seperti orang bingung.

“iya visi misi, misalnya setelah menikah nanti mas Angga menjalankan pernikahan sesuai dengan syariat islam atau ketika menikah nanti misalnya mau menjadikan anaknya hafid atau hafidzah.” Ucap Ana panjang lebar. Ana bergumam pelan. Sepertinya Angga tidak tahu maksudnya visi misi itu apa.

“jadi begini kalau menurutku, kalau menjalankan pernikahan sesuai syariat islam itu adalah sesuatu yang sudah jelas dilakukan karena aku beragama Islam. Tapi kalau menjadikan anak hafidz atau hafidzah menurutku bukan sesuatu yang mesti direncanakan karena nantinya setelah berjalan, visi misi itu bisa diubah-ubah. Bahkan seandainya ditetapkan sekalipun untuk memiliki seorang anak menjadi hafidz dan hafidzah kita belum tahu pasti apa itu nanti bisa benar-benar dijalankan.” Ana langsung terdiam mendengar jawaban itu. Entah kenapa dirinya langsung menyadari betapa dirinya tidak pernah terpikirkan akan hal itu.

“hhmm, iya juga sih. Bisa diterima pendapatnya” Ana hanya bisa berdeham. “Tapi apa kamu memiliki suatu gambaran bagaimana nantinya setelah menikah. Kalau yang ini tentunya kamu harus bisa menjelaskan.” Lanjut Ana kemudian.

“sebelum menggambarkan semuanya lebih jauh, sebenarnya aku sudah pernah hampir menikah.”

“hah apa, kamu udah menikah?” jawab Ana kaget.

“bukan, aku sudah pernah lamaran tapi gagal.”

“waaah, seru juga yah lamaran terus gagal.” Ana justru terkikik tertahan. Pasalnya Ana tak mengira bisa mengenali laki-laki dengan masa lalu seperti ini.

“yah begitulah kira-kira. Aku sudah mempersiapkan semuanya. satu bulan sebelum menikah semuanya selesai.”

“jadi apa permasalahannya saat itu, kenapa bisa berakhir begitu aja?” Jiwa jiwa penggosip di diri Ana pun mulai muncul dan tak tertahankan. Ana menjadi sangat antusias dan tak sabar mendengar cerita itu.

“jadi begini ................” Angga mulai membuka ceritanya. “nah begitulah kira-kira ceritanya.” Lanjutnya dengan nada mengesalkan karena batal bercerita.

“lah apanya yang begini bang? Jadi begini gimana?” tanya Ana misuh-misuh makin tak sabar.

“terlalu panjang untuk diceritakan, nanti kamu akan tahu, mungkin besok.”

“hhmmmm menyebalkan.”

Percakapan antara Angga dan Ana menjadi begitu mengalir. Tanpa sadar mereka pun mengobrol sambil terus bercerita soal masa lalu dan masa depan. Di sela-sela mengobrol mereka juga selalu menyelipkan humor-humor receh yang tidak murahan.

Setelah mengobrol lebih jauh akhirnya Angga mau terbuka dan bercerita soal kegagalannya menikah. Dia juga bercerita berbagai rintangan yang dia hadapi. Alasan-alasan kenapa semuanya bisa gagal. Dan obrolan pun menjadi sangat panjang terutama karena penjelasan soal masa lalu yang sempat membuatnya terguncang keras. Semua berlari dengan membahas mental health, depresi, stress, trust issue dan lain lain. Ana pribadi tidak begitu paham bagaimana rasa sakit yang dia rasakan tapi jika Ana harus menengok ke belakang, untuk melihat bagaimana trauma, kepercayaan, mati rasa dan rasa sakit tentu menjadi kan pribadi seseorang berubah dan tidak sama lagi seperti sebelumnya.

Untuk orang yang pernah merasakan patah hati terhebat, mungkin dia akan berpikir bahwa kebahagiaan semestinya tidak didapatkan dari sebuah hubungan atau pasangan. Kebahagiaan adalah sesuatu yang harus diciptakan oleh diri sendiri. Sehingga ketika suatu ketika harus jatuh cinta lagi, orang yang pernah patah hati akan tahu persis bahwa tidak akan ada seseorang yang mampu mematahkan hatinya lagi untuk kedua kalinya.

Pukul enam pagi, obrolan Ana dan Angga masih berlanjut. Matahari mulai memancarkan sinarnya dan kabut dingin mulai melenyapkan diri.

“eh bentar yah sinyalnya jadi buruk banget di sini, aku mau ke balkon atas untuk nyari sinyal.” Ucap Ana berlari ke lantai dua rumahnya.

Di balkon atas, Ana duduk di tempat biasa dia melampiaskan kesedihannya. Tempat ia menangis semalam. Dia mampu menatap pepohonan sekitar rumah, mentari yang keluar dari peraduannya dan langit pagi yang cerah. Dia tersenyum dan kembali melanjutkan percakapan. 

“kalau kamu mempunyai masalah yang besar seperti itu artinya Tuhan mempercayakan dirimu kalau kamu bisa melewatinya.” 

“yah mungkin seperti itu. Anyway, kamu punya permasalahan cinta seperti apa yang sulit kamu tangani?” tanya Angga ke Ana.

“hhmmmm....” Ana berpikir sejenak.

“Aku rasa tidak ada permasalahan cinta yang begitu serius kualami. Mungkin hanya cinta monyet biasa waktu SMA dulu. Selama kuliah sangat sulit untuk bisa menyukai seseorang. Entah kenapa tolak ukurku adalah laki-laki mandiri dan di bangku kuliah aku gak menemukan satupun temanku yang  mandiri.”

“harusnya kamu nyari BRI kalau memang gak ada yang Mandiri.” Jawab Angga dengan maksud bercanda.

“wkwkwkwk iya juga yah. Asli baru sadar. Atau BNI syariah yah yang agamis”

“iya. Hahaha..... Coba kamu dulu ketemu aku, pasti kamu akan tertarik”

“kenapa bisa begitu?”

“Aku dari semester 5 udah memulai usaha pertamaku, buka studio design.”

“owh jadi kamu udah mulai berwirausaha dari dulu toh?” tanya Ana.

“iya.”

“keren sih tapi kalau aku ketemu kamu dari dulu mungkin ceritanya akan beda. Aku ketemu kamu terus kita pacaran terus abis itu kita putus terus aku nikah duluan. Wkwwkwk” sahut Ana agak nyablak.

 “wkwkwkw” Angga hanya bisa membalas tawa.

“oh yah kriteria laki-laki yang kamu inginkan sebenarnya harus bagaimana?” tanya Angga dengan nada dewasanya kembali.

“sebenarnya aku sangat berharap bisa bersama dengan laki-laki yang 5 tahun di atasku karena aku sangat menginginkan orang yang secara emosional sudah matang dan kupikir orang seperti itu haruslah yang memang sudah dewasa secara usia.”

“oh yah? Jadi apakah aku termasuk yang kamu inginkan? Karena kita hanya beda 2 tahun.”

“aku pun masih gak tau, kadang harapan seseorang bisa saja seperti itu tapi kalau kenyataanya harus bertemu dengan yang dua tahun di atas kita dan rupanya sangat cocok saat dijalani kenapa tidak kan?”

“hhmm iya sih.”

“kenapa mas Angga? mulai gak pede yah?”

“hhmm gak sih, soalnya kan aku memang gak seperti yang kamu mau mungkin.”

“tapi menurutku kamu itu keren kok, kamu seorang PNS kan? Bisa jadi PNS itu susah loh. value of strugglingnya harus luar biasa. Jangan ngerasa gak pede kalau memang ada banyak hal yang bisa disombongkan. Hehehe” Ucap Ana pada Angga.

“Iya sih memang susah banget jadi PNS tuh. Ribet gitulah.”

Ana dan Angga terus melanjutkan obrolan mereka sampai pukul 7 pagi. Usai mengobrol panjang membicarakan kriteria masing-masing, visi misi pernikahan dan bahkan pekerjaan, mereka lalu hendak menutupnya.

Sebelumnya, Ana sudah mampu menilai bahwa Angga adalah sosok laki-laki yang baik. Terlihat dari bagaimana Ia berbicara dan memberi pendapat. Angga juga sepertinya adalah sosok pekerja keras kalau dilihat dari bagaimana caranya menunjukan semuanya pada Ana.  Seorang PNS dan punya usaha design.

 “oh yah kita tutup dulu obrolan kita pagi ini yah, sepertinya aku harus mencuci piring.”

“Oh gitu oke.” Ucap Angga kemudian. “Assalamualaikum Warrahmatullahi Wabarakatuh”

“Waalaikumsalam....”

Usai berbincang selama kurang lebih dua jam dengan Angga. Ana masih berpikir mengenai apakah Angga adalah pria yang tepat untuknya karena mereka berdua hanya dikenalkan lewat biodata dan photo oleh salah satu temannya Ana. Ana tidak tahu bagaimana Angga di dunia nyata dan bagiamana keseluruhan karakternya.  Tapi karena Ana berpikir isi biodatanya sesuai dengan kriterianya maka dari itulah Ana bersedia mengenal Angga.

Satu hal yang mungkin Ana tidak bisa suka dengan  laki-laki ketika berkenalan adalah ketika laki-laki tersebut dengan mudah menunjukan ketertarikannya. Angga adalah sebuah contoh yang pada akhirnya membuat Ana sedikit ragu karena berulang kali terlihat menunjukan ketertarikannya pada Ana. Semua ini Ana anggap bisa terjadi karena mereka sudah melihat dari photo. Bisa jadi Angga langsung menyukai hanya dengan melihat photo Ana. Namun di sisi lain, Angga memiliki berbagai opini yang membuat Ana merasa opininya benar. Dia juga terlihat dewasa mental karena sebuah kegagalanya menuju pernikahan pasca lamaran yang dia alami. Bisa jadi Angga sedang senang-senangnya berkenalan dengan Ana karena sepertinya Ana bisa memberikan Angga harapan untuk menemukan pengganti yang dianggapnya lulus passing grade sebagai calon istri.

Karena bagaimanapun, Angga tidak bisa menyepelekan Ana. Ana adalah lulusan wisudawan terbaik. Dia selalu dapat diandalkan oleh orang di lingkungan kampusnya. Dan meskipun Ana tidak se-seattled Angga dalam hal pekerjaan akan tetapi Ana bisa selalu survive untuk hidupnya sendiri sejak semetser 5.

Akhirnya Ana mengerti bahwa dirinya memang layak untuk disukai dan dikagumi. Bahkan kalau memang Angga adalah lelaki yang seattled dalam pekerjaan dan menyukai Ana ini adalah sesuatu yang pantas terjadi. Namun Ana merasa perlu melihat diri Angga lebih jauh lagi. Ana masih tidak tahu permasalahan apa yang terjadi sampai membuat Angga gagal menikah. Dia juga ingin tahu semua hal hebat yang Angga kuasai. Ana ingin tahu apakah dirinya bisa berada pada titik penerimaan dan apakah dia bisa mengagumi Angga.

Sehari berlalu. Setelah bertukar nomor what’s up dan sudah menelpon. Angga dan Ana akhirnya saling menyimpan nomor. Hari pertama Ana menyimpan nomor Angga, muncul sebuah story Whats’up yang berkaitan dengan topik obrolan mereka kemarin pagi. Ana kemudian berpikir mungkin Angga bena-benar tertarik dengan Ana. Apapun itu Ana kemudian membalas story miliknya.

“waah nyomot kata-kataku.”

“hehe emang iya”

Siangnya Ana duduk di meja belajar di dalam kamarnya. Dia mencoba mempelajari buku Munakahat untuk mengingat lagi materi-materi pernikahan. Kemudian Angga mengirimkan sebuah chat ke Ana yang berbunyi.

“Assalamaulaikum wr wb. Hai Ana kamu keberatan gak kalau kuminta membaca Alquran dan direkam lalu rekamannya dikirimkan ke aku. Aku ingin mendengarnya tapi kalau keberatan tidak usah gak papa.” Tulis Angga.

Ana menyernyitkan dahi.  Mungkin Angga meminta Ana melakukan itu sebagai bahan pertimbangan atau indikator penentu dalam memilih calon istri. Ana merasa tidak keberatan bahkan meskipun suara muratal Ana jelek dia lalu memilih mengirimkannya. Pasalnya Ana sendiri tidak begitu berharap pada Angga.

Setelah Ana mengirimkan bacaan Qur’annya. Tibalah di malam harinya rekaman suara itu didengarkan oleh Angga. Lalu dia membalas, “bacaanya bagus Na.” Responnya kala itu. “perlu di balas gak rekaman baca qur’annya?” lanjut Angga kemudian.

“boleh.” Jawab Ana.

Beberapa menit kemudian setelah menunggu, Angga mengirimkan rekaman suara bacaan Qur’an miliknya. Saat mulai mendengarkan saat itu Ana sedikit mengeluarkan senyum.

‘ini sih suaranya gak sekedar bagus tapi makhroj dan tajwidnya hampir sempurna.’ Pikirnya masih dengan tak sadar mengguratkan senyum dikedua pipi.

‘kenapa Angga bisa mempunyai bacaan sebagus ini?’ Ana masih terheran-heran.

Ana lalu mengomentari bacaan Quran Angga.

“bacaan mu jauh lebih bagus dari aku.”

“yah kan tadi belajar dari kamu.”

“belajar dari aku? Belajar apanya?” Ana sedikit keheranan.

“belajar tajwidnya.”

“hhmmm, bukan belajar dari aku itu mah tapi karena memang kamu udah jago. Gak usah ngadi-ngadi.”

“hehehe....” balas Angga.

Setelah mendengarkan muratal dari Angga, Ana masih tak menyangka  kalau Angga memiliki aura muslim yang baik yang ditujukan lewat bacaan Qur’annya. Karena Ana pikir Angga itu seperti laki-laki yang secara umum banyak dijumpai. Laki-laki yang suka merokok, atau suka nongkrong atau bisa jadi masih anak mami.

Malam itu, pemikiran Ana yang mulai menganggap Angga memiliki kelebihan, mulai memunculkan rasa kagum tersendiri. Dia merasa Angga yang Ana temui mungkin bisa lebih mengagumkan saat dijumpai di dunia nyata. Dan malam itu, Ana hanya bisa tersenyum tipis. Mengulang-ngulang bacaan qur’an Angga, suara Angga. Lirih, merdu dan enak didengar. Mulai malam itu juga Ana merasa, mungkinkah akan terjadi jatuh cintai virtual seperti yang banyak orang-orang rasakan. Dan bagaimana mungkin ini terjadi padahal Ana adalah sapioxesual yang sangat sulit untuk jatuh cinta.

Komentar

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

JATUH CINTA VIRTUAL PART 4

 JATUH CINTA VIRTUAL PART 4 KISAH CINTA KITA DI MASA LALU Written by Khoti Isnaeni   Ana sedang berada di kamar. Di tengah malam setelah shalat isya, Ia memberesi kamarnya serta memilah dan memilih barang-barang yang akan dibawanya ke Bandar Lampung. Dia juga sudah mengatur rencana. Ia akan tinggal bersama teman lamanya. Kebetulan temannya tinggal sendiri di sebuah rumah dan membutuhkan seseorang untuk tinggal bersama. Ia akan memulai pekerjaan barunya dengan bergabung di sebuah lembaga kursus Bahasa Inggris sebagaimana dulu Ia berkuliah dan mengajar dalam bidang ini. Ia ingin mempelajari Bahasa inggris lebih banyak. Mempelajari level-level dari paling bawah sampai teratas. Dan targetnya kala itu adalah menguasai teknik pengajaran TOEFL atau IELTS. Dibalik itu semua, orang tua Ana sudah memberinya izin. Meski pada awalnya mereka sangat berberat hati melepas Ana sendirian di kota besar tapi Ana akhirnya berhasil meyakinkan. “yaudah kalau maunya balik ke Bandar Lampung, kalau n

JODOH TIDAK AKAN KEMANA (romance)

JODOH TIDAK AKAN KEMANA Written by Khoti Isnaeni " Takdir yang telah membuatku jatuh cinta maka biarkan takdir pula yang menyelesaikannya. "              “Hey Cantik.” Aku sempat malu dan gak karuan rasanya ketika mendapat sapaan itu dari Amir. Sempet senyum-senyum namun secara mendadak senyumku berubah manyun. “Apa sih manggil-manggil” Amir langsung merespon. “Cacar bintik-bintik.” Sambil ketawa jumawa. Begitu dengar kalimat itu, sumpah deh aku langsung lari ngiprit dan menjauh kayak kadal dikejar ular kobra. *** Heey, aku Leli, sering disapa Leli oleh kawan-kawan. Sudah 10 tahunan silam cerita di atas telah terbenam, namun masih seperti baru saja terjadi kemarin.   Dulu aku memang menyimpan perasaan cintaku pada Amir, seseorang yang kukenal sejak di bangku SMA. Diawali dengan panggilan cacar bintik-bintik yang aku rasa menarik juga untuk diceritakan. Kalau boleh jujur, itu adalah salah satu permulaan mengapa aku bisa suka. Karena dia pern

Panduan dalam Menghindari Cowok Modus

Panduan dalam menghindari cowok yang modus Jika kamu seorang cewek dan sering dimodusin cowok, maka bersabarlah mungkin ini ujian, tapi jangan diambil pusing, jangan takut, jangan ada dusta diantara kita, karena kamu bisa menghindarinya tanpa membuat cowok tersebut tersinggung, beberapa hal disini dapat kamu jadikan panduan dalam menghindari cowok yang modus tadi. Okey stay tune! 1.       Dia ngubungin kamu terus Gak ada ujan gak ada ojek kok tiba-tiba dia hubungin kamu terus, dari pagi misalnya dilanjut siang terus malem, seterusnya hubungin tanpa membicarakan hal yang penting, maka kamu berhak risih dengan perlakuanya yang tak biasa, hati-hati hal yang perlu kamu lakukan adalah, pertama kamu balas saja pesanya tersebut lalu jika beberapa saat ia masih hubungin lagi jangan dibales, tapi tunggu sampe satu jam berlalu, barulah kamu balas pesan dia dan jangan lupa sertakan maaf karena telat membalas agar dia tak mengira kamu menghindarinya, ini penting agar kamu tidak dianggap c