Langsung ke konten utama

JODOH TIDAK AKAN KEMANA (romance)


JODOH TIDAK AKAN KEMANA
Written by Khoti Isnaeni
"Takdir yang telah membuatku jatuh cinta maka biarkan takdir pula yang menyelesaikannya. "



            “Hey Cantik.”

Aku sempat malu dan gak karuan rasanya ketika mendapat sapaan itu dari Amir. Sempet senyum-senyum namun secara mendadak senyumku berubah manyun.

“Apa sih manggil-manggil”

Amir langsung merespon.

“Cacar bintik-bintik.” Sambil ketawa jumawa.

Begitu dengar kalimat itu, sumpah deh aku langsung lari ngiprit dan menjauh kayak kadal dikejar ular kobra.

***

Heey, aku Leli, sering disapa Leli oleh kawan-kawan. Sudah 10 tahunan silam cerita di atas telah terbenam, namun masih seperti baru saja terjadi kemarin.  Dulu aku memang menyimpan perasaan cintaku pada Amir, seseorang yang kukenal sejak di bangku SMA. Diawali dengan panggilan cacar bintik-bintik yang aku rasa menarik juga untuk diceritakan. Kalau boleh jujur, itu adalah salah satu permulaan mengapa aku bisa suka. Karena dia pernah meledekku dengan panggilan cacar bintik bintik. Gak tau kenapa diledek oleh dia ternyata menumbuhkan bibit cinta di hati. Mungkin itu sudah menjadi bagian dari rencana semesta, hal kecil seperti itu rupanya berdampak sangat besar terhadap seluruh perasaanku. Boleh dikatakan tak masuk akal, tapi biarkan aku bercerita mengenai kisahku ini padamu. Agar kau pun paham bagaimana perasaanku.

Setelah 10 tahun telah dilalui, sekarang aku sedang bekerja di sebuah kantor sembari duduk menatap photo pernikahanku bersama suami tercinta.  Ada sebuah kisah yang ingin ku sampaikan mengenai Amir, kisah yang mungkin akan memberikan pemahaman, entah pemahaman apa itu. Yang jelas ini adalah sebuah kisah mengenai rencana yang dibuat oleh Allah SWT, pembuat skenario terbaik untuk kehiduapn manusia di muka bumi.

Dimulai dari sebuah quote. “Takdir yang telah membuatku jatuh cinta maka biarkan takdir pula yang menyelesaikannya.”

10 tahun silam memang quote itu yang sudah mengiringi perjalanan cintaku ke Amir. Perkara suka ternyata seringkali membuatku  termenung sendiri di depan rumah sambil mencoba untuk menyingkap sebuah hakikat jatuh cinta yang kualami terhadapnya. Untuk aku yang selalu bahagia saat ketemu Amir. Sesungguhnya aku juga selalu berfikir, memang  bukan memiliki yang terpenting namun perasaan jatuh cinta itu sendiri yang utama. Makanya meskipun suka dengan dia, aku dengan rapat menyimpan perasaan. Yah tau sendirilah jatuh cinta itu rasanya gimana. Ketemu seneng, gak ketemu nyariin. Hampir selama SMA waktuku dihabiskan untuk hal itu. hebat kan? Sorry muji diri sendiri.

Dulu aku mengagumi Amir, yah aku biarkan hal itu menjadi kekaguman, sampai kemudian aku menyadari bahwa aku menyukainya diam-diam. Pun aku  biarkan hal itu menjadi rasa suka diam-diamku juga. Sebab selain tidak ingin mengungkapkan perasaan ini padanya karena menjaga atas nama perasaan. Tak lama dari itu, Amir lalu menjadi kekasih orang lain. Yang tambah membuatku menyimpan rapat-rapat seluruhnya adalah karena kekasih Amir adalah teman SMA ku. Apa lagi yang membuatku harus menyimpan semuanya,  kekasih Amir bahkan adalah teman satu kosan ku saat kuliah. Ini gila bukan? Tentu sangat gila sekali. Kok bisa terjadi. Tetapi memang demikian kenyataan yang ada.

“Leli, aku seneng banget Lel, si Amir, kamu tahu si Amir? Dia nembak aku kemarin malam,”

Kira-kira itulah kegilaan yang pertama kali aku dapatkan yang Mila sampaikan di pagi aku terbangun.Yang pada saat itu, sontak membuatku kaget, flat, dan gak tau musti berekspresi seperti apa. Ingin sekali bilang, “tolong tolak Amir, dia itu pujaan hatiku. Tolong jangan mau dengan dia, tolong” Tapi hal itu tidak mungkin dilakukan mengingat Mila sendiri ternyata menyukai Amir, bedanya, dia mengungkapkan perasaanya, sementara aku tidak. Bener yah apa kata quote dari orang yang gak tau namanya siapa, “yang tidak menyatakan akan kalah dengan yang menyatakan.”

Hal yang gawat, semenjak itu aku merasa setiap jam adalah darurat. Menghadapi Mila dan Amir yang resmi berpacaran dan kerap kali tepon-telponan di depanku atau bahkan jalan berdua ke suatu tempat. Aku merasa setiap hari adalah kiamat sugra. Namun rasa yang kualami selalu berhasil diredam juga. Aku tahu persis, cinta bukan soal memiliki tetapi juga soal kebahagiaan ketika melihatnya bahagia meski dimiliki orang lain.

Jam 5 sore, saat itu seperti biasa aku menghabiskan waktu luangku untuk membaca novel. Beda halnya dengan Mila.

“Iya Mir, lucu banget yah, dulu kita masih polos banget.”

Tentu saja mereka berdua bercakap-cakap layaknya dua si joli yang sedang kasmaran. Dilakukan tepat di depanku, bayangkan.

Untungnya, aku dapat menyembunyikan perasaan ku ini. Jangankan rasa suka yang sungguh aku simpan rapat-rapat dari Mila dan Amir, rasa cemburu, rasa penasaran, rasa getir di hati, semua kukantongi dan tak kubiarkan berceceran di depan mereka.

“Oh ya Mil, si Leli lagi ngapain kok sepi banget di kosan?” secara tiba-tiba percakapan itu terdengar di telingaku. Aku termangu dan merasa salah tingkah sendiri mendengarnya. Andai saja itu bukan sebuah pertanyaan basa-basi, tapi sayangnya aku merasa itu pertanyaan yang super basa dan super basi.

“Oh iya, seperti biasa, Leli jam segini suka baca buku novel Mir, dia itu rajin dan senang banget membaca.” Jawab Mila yang tentu terdengar jelas di telingaku.

Aku masih meneruskan membaca buku tetapi melihat Mila mengobrol begitu dengan Amir, akhirnya aku menguping juga. Ada kali obrolan yang membahas masa-masa SMA mereka tapi lebih banyak membicarakan masalah kuliah.

“Lel, Leli...” panggil Mila kemudian. Aku menengok dan menutup sedikit bukuku.

“Kamu mau gak ikut kita berdua nonton, Amir mau ngajak nih, biar seru katanya?”

Mila tersenyum padaku. Aku sedikit kaget namun pada akhirnya  berfikir juga sambil memalingkan pandangan ke atas.

“Hhhmm, kapan memang?”

“Besok sore Lel, bisa yah?”

Dengan terpaksa aku mengiyakan permintaan Mila yang mana secara tidak langsung aku sedang menyerahkan diri untuk terjun langsung pada kiamat kubro. Tapi tidak mengapa, mungkin dengan begitu aku juga akan mampu mengetahui banyak hal tentang Amir. Tetapi bukan itu sih yang paling utama. kupikir kalo nontonya gratis, itung-itung refreshing aja.

“Yaudah, beneran yah besok mau, jangan berubah pikiran loh.”

Aku hanya mengangguk dan melanjutkan membaca novel.

Keesokannya, jam 4 kami sudah tiba di Center Plaza untuk menonton My Stupid Bos. Jantungku berdegub-degub mau copot antara tak kuasa bersi tatap dengan Amir langsung, juga tak kuasa harus menyaksikan mereka berdua berpacaran di depanku.

Bagaimanapun ini adalah ujian terberat di samping ujian-ujian yang lain ketika di kosan. Aku akan menyaksikan sendiri bagaimana mereka saling berhubungan atau yang paling parah. Aku akan menyaksikan mereka bergandengan tangan, bermesra-mesraan dan sebagainya-sebagainya.

“Hei Mila, hei Leli.” Amir kemudian tiba dari arah pintu masuk bioskop. Aku terkesiap. Kami yang sejak tadi sudah menunggu di kursi panjang, bergegas berdiri menyapanya. Mila yang lebih cepat menghampiri Amir langsung menyalimi tangannya dan mencium tangan Amir. Sungguh kebiasaan yang unik untuk dua orang yang sedang berpacaran. Aku sedikit terkekeh namun kecemburuan juga melanda hatiku perlahan. Chemistry mereka berdua untuk menjadi pasangan suami istri sepertinya amatlah kuat. Terbukti dari cara Mila melakukan pertemuan.

“Heey Leli, apa kabar kamu?” Amir langsung megulurkan tangan kanannya dan hendak mengajak berjabat tangan.

“Hey juga, oh alhamdulillah kabarku baik.” Seketika aku membalas jabatan tangan Amir dan secara reflek mengembangkan senyum padanya.

“Oh ya, ayok kita masuk keburu mulai filmnya.” Mila menarik tangan Amir dan bergandengan tangan sementara aku, hanya bisa mengikuti mereka dari belakang. Kalau dilihat-lihat formasi ku ini sungguh mirip ajudan yang sedang mengawal pak presiden. Bener kok, seperti yang sudah kubayangkan. Seperti yang sudah kuduga-duga. Ingin rasanya deh aku menenggelamkan diri ke dalam minyak goreng saat itu, tapi apalah daya aku tak berani, panas euy.

Di dalam bioskop, kita bertiga mempunyai formasi lain lagi. Amir di tengah sementara aku dan Mila ada di samping kanan kiri Amir. Dan kemudian hal yang paling membikin aku canggung itu dimulai. Mila yang asik menikmati film My Stupid Bos karena saking lucunya ini film, membuat dia begitu fokus dan banyak tertawa.  sementara aku sungguh kuwalahan mengatur detak jantung sendiri,  akibat duduk terlalu dekat dengan Amir. Sampai-sampai untuk sekedar membuka mulut saja, hal itu seringkali kutahan. Sebab aku tak mau terlalu ngakak-ngakak di depan seseorang yang aku sukai. Ya begitulah tabiatku, lebih besar rasa malunya ketimbang rasa blak-blakannya.

Aku menyernyit. Untuk kali pertama, aku tak sengaja menengok ke arah Mila. Dia tertawa sangat lepas, sehingga menengok adalah tindakan reflek yang kulakukan. Untuk pertama kali itu pula jantungku memacu detaknya lebih kuat lagi. Ini tidak lain karena Amir yang memandangku hingga kitapun akhirnya saling pandang-pandangan. Aku terkesiap, ku tarik dengan cepat wajahku dan kembali memperhatikan layar bioskop. Sampai akhirnya jantung masih saja berdegub-degub, perasaan grogi makin tak karuan dan aku ingin pingsan saja saat itu.

Usai menonton, aku mencoba lebih relax lagi dalam berinteraksi dengan Amir. Bagaimanapun aku menganggap dia adalah pacar kawanku, tak lebih. Adapun rasa yang kumiliki, aku mampu untuk menyimpannya sampai dengan waktu yang tak bisa ditentukan. Sebab, aku tak tahu bagaimana bisa aku menghentikan rasa yang kumiliki. Rasa yang kualami sudah seperti takdir dalam kehidupan, adapun jika kelak berubah, itupun karena takdir yang telah mengubahnya.

“Ya udah, dah Amir, aku dan Leli pulang dulu yah. Sampai ketemu besok.” Mila menyalimi Amir lagi dan mencium tangannya sebagai tanda mereka berpisah. Lagaknya memang seperti suami istri. Aku dengan cuek langsung nyelonong saja memasuki taksi online yang sudah kita pesan. Kuperhatikan mereka lalu saling dadah-dadah seperti anak kecil berpisah dengan sahabat mainnya.

Aaah aku memang cemburu namun biarlah. Tak buruk juga mengalami hari bertemu dengan Amir dan Mila. Bahkan dalam menyaksikan mereka berpacaran macam itu. Aku masih bisa menahan rasaku agar terjaga dengan tenang. Pokoknya biarkan saja Tuhan yang mengurusnya, aku gak mau terlibat dalam kasus percintaan mereka, karena pintu untuk mengungkapkan perasaan ku ke Amir memang benar-benar telah ditutup. Dan aku tak mau menjadi sebagai pengganggu. Dah pokoknya itu saja.

Waktu berlalu, 2 tahun kemudian, hari kelulusan yang dinanti-nanti akhirnya terlewatkan. Aku berpisah dengan Mila dan kini bekerja di sebuah perusahaan swasta sekitaran Bandar Lampung. Sementara Mila, Ia kembali ke kampung untuk meneruskan usaha ibunya membangun butik. Mila sering mendesign baju-baju dan memperkejakan para karyawannya untuk merancang karyanya itu. Sehingga butik Mila pun cukup sukses diminati banyak orang.

Sementara itu, di lain waktu, aku tidak sengaja bertemu dengan Amir saat di Lampung Walk. Dia sedang makan dengan seorang laki-laki yang kucurigai sebagai teman kerjanya. Perlahan aku mendekat dan menyapa Amir.

“Heey, ini Amir kan?” aku sapa Amir dari belakang sehingga dia terlihat kaget.

“Ohh, Hei, ini Leli kan?” Amir tersenyum dan nampak tidak menyangka akan bertemu denganku di sana.

“Iya. Kok bisa di sini?” kutanya Amir untuk sekedar basa-basiku.

“Iya, kan aku sekarang kerja di daerah kedaton. Di jalan subroto.”

“Ooh, di sana. Aku juga kerja di sekitaran sini, gak nyangka yah ada di satu wilayah rupanya.” Aku tersenyum saja ketika itu, demikian dengan Amir.  

Seketika aku langsung kembali dengan rombongan teman-temanku yang sudah pada duduk menggrombol di meja makan, dan mengakhiri pertemuan dengan bilang dadah seperti yang Mila dulu pernah ucapkan pada Amir. Entah kenapa saat itu rasanya kepengen aja bilang dadah, kayak ada suatu magnet yang menarikku untuk melakukannya dan untuk pertama kalinya disitu aku merasa ada kehangatan yang luar biasa, mungkin ini yang disebut kehangatan cinta. Cailah. .

Hari itu, yang jelas aku merasa senang bisa bertemu Amir. Pertemuan yang membuatku kembali mengingat perasaanku padanya. 2 tahun memang waktu yang cukup lama tetapi lamanya waktu tak cukup mengubah perasaanku padanya. Terkadang aku sendiri heran dan selalu merenungi masalah perasaanku ini. Mengapa bisa hal ini terjadi. Tetapi aku hanya yakin dan tak ingin mengungkapkan semuanya. Di samping karena Amir pacarnya Mila. Aku menyerahkan seluruh perasaanku pada yang di atas. Biarkan Allah saja kelak yang mengubah perasaanku.

1 tahun kemudian setelah pertemuan itu, akhirnya aku mendapat kabar bahwa Mila dan Amir akan melangsungkan hari pertunangan di bulan Juli 2018, aku sendiri mendapat kabar itu dari Mila. Saat kabar itu datang, aku cukup mengucap istighfar sebab saat itu Allah belum juga mengubah perasaanku atau memalingkan perasaanku ke makhluk lain. Semua perasaanku masih tertuju pada Amir.

Aku sedih bercampur gundah, bila aku terus begini, sangat kecil kemungkinan bagiku untuk menjadi Leli yang bahagia. Hingga akhirnya aku berdoa kepada Allah SWT agar Dia mengatur kehidupanku seindah mungkin nantinya dan membantu masa-masa penyembuhan patah hatiku. Pada intinya, hanya itu yang bisa kulakukan sebagai makluk yang berwatak waras. Aku tak ingin mengecoh atau bahkan membuat rusak hubungan Amir dan Mila. Aku berdo’a pada Tuhan, semoga mereka dikarunia keberkahan dan kebahagiaan dalam pernikahannya kelak.

Setelah hari pertunangan itu dilakukan, aku melihat foto mereka berdua yang diposting oleh Mila. Kala menatapnya, aku merasa Amir sangat tampan sekali. Beruntung bila Mila bersamanya. Belum lagi Amir yang baik dan penyayang, tentu akan menambah kebahagiaan Mila dalam memiliki Amir. Mila sendiri, memang perempuan yang baik dan penuh perhatian. Aku rasa mereka adalah pasangan sempurna yang akan cocok satu sama lain.

Tapi aku buang rasa iri itu, pemikiran akan membanding-bandingkan yang sempat terpatri di kepalaku, lekas kujauhkan. aku do’akan mereka supaya kelak bisa menempuh hidup menyenangkan hingga pada akhirnya aku merasa jauh lebih tenang setelah itu. Tak ada lagi angan-angan soal Amir. Yang ada hanyalah aku ikhlas dengan cerita hidupku dan siap menanam tanaman baru di hatiku.

2 bulan terlewati, pernikahan mereka berdua sudah hampir menginjak masanya.  Aku sendiri tidak begitu memikirkan perasaanku lagi. Sebab aku mulai membangun impian-impian baruku. Memantaskan diriku. Hingga bekerja lebih giat lagi. Kenyataan takdir yang menyapa telah mengubah kehidupan memang benar adanya. Setidaknya aku mau menjadi Leli yang jauh lebih baik dari hari kemarin.

Sore itu aku masih ingat, ketika sudah membawa berkas-berkas penting ke kantor, aku pergi beristirahat di ruangan tempat aku bekerja. Aku membuka handphone dan melihat-lihat Whats’App Story. Ada status mengejutkan dari Mila yang sontak membuatku lumayan kaget. Disitu tertulis. “maafkan aku Amir, aku telah mengecewakanmu, semoga kamu lekas mendapat penggantiku yang baru.”

Aku ingin menghubungi Mila pada saat itu juga, dan memastikan apa yang sedang terjadi. Namun bukan tabiatku untuk ikut campur atas urusan orang lain. Dan apapun yang terjadi di antara mereka, sungguh tidak lantas membuatku senang. Aku justru bersedih karena hubungan mereka telah berakhir. Bagaimanapun ini adalah ironi kehidupan, Amir dan Mila telah bersama sejak mereka kuliah. Mereka telah bertahun-tahun menjalani hubungan ini. Dengan menghadapi berbagai keadaan yang sulit dan senang. Meski, yah, semuanya sempat membatku bersedih hati. Namun setelah hal ini terjadi, ada hal pahit yang lalu membuatku malah semakin sedih, kenyataan pahit ini harus ditelan bukan, mungkin Mila tidak, tapi pasti Amir yang kecewa dan hancur.

Suatu ketika pasca kejadian itu, aku mendapat telpon dari Mila. Dia hendak ke Bandar Lampung sendirian dan ingin menginap di kontrakanku. Pas banget, dia pasti akan menceritakan hal itu padaku.

Rupanya benar saja, di saat itulah dia lalu menceritakan semuanya. Menceritakan kejadian apa yang menimpanya dan Amir hingga menyebabkan mereka gagal menikah.

Malam-malam saat kami sudah di kontrakan. Akhirnya Mila duduk di kasur kamarku. Ku ambilkan dia air minum dan baju tidurku untuk dia kenakan.

“Jadi kenapa Mil, ada apa dengan semuanya?” seperti tahu apa yang menjadi beban di hati Mila, akhirnya aku sampaikan poin ini secara langsung.

“Aku tidak bisa sama Amir lagi Lel, intinya aku udah gak bisa sama dia.”

“Iya, tapi kenapa gak bisanya, apa kalian punya masalah yang serius?” tanyaku cukup penasaran.

“Aku jatuh cinta dengan lelaki lain dan aku gak mau dengan Amir lagi.”

“Apa!?” aku lalu bicara cukup kaget bahkan sedikit ngegas sampe Mila sendiri melirik heran terhadapku. Bagaimanapun tentu aku kecewa dengan Mila, aku kaget dan aku kasihan dengan Amir. Ini bukan lagi soal apakah aku patah hati akibat mereka bersama, tetapi ini lebih kepada Mila yang telah membuat Amir kecewa, di mana posisi Mila yang sesungguhnya aku inginkan, untuk bisa ada di samping Amir. Aku pasti tidak akan melakukan ini padanya. Aku pasti akan membahagiakannya dan tidak ingin mengecewakannya. Kali ini aku lalu berandai-andai. Andai saja yang bersama Amir adalah aku, aku tidak akan melukainya. Andai saja yang berama amir adalah aku, aku akan membahagiakannya. Andai,  andai saja Amir menyukaiku dan mau padaku, akan ku obati lukanya, akan kubasih perihnya, akan kubuat dia bahagia kembali seperti sedia kala. Andai semua itu terjadi.  

“Iya, intinya aku suka sama orang, dan intinya aku gak bisa sama Amir.”

Hal yang tak masuk di akal. Benar-benar mendadak.  Benar-benar memilukan. Mereka yang sudah berpacaran bertahun-tahun, berjuang, saling berkomitmen kuat untuk menikah, kini harus berakhir dengan  Mila yang jatuh cinta lagi hingga mematahkan hati Amir.

Aku tidak tahu kenapa bisa seperti itu, mungkin memang banyak orang-orang yang sudah bertunangan lalu mereka gagal, satu contohnya adalah karena jatuh cinta lagi. Aah sudahlah, aku benar-benar tak habis fikir tapi aku juga memaklumi Mila. Tak mau menyalahkan apalagi ikut campur, meski tentu saja aku kecewa karena Amir harus mengalami ini. Bagaimana pun, aku tidak ingin menghakimi Mila, sebab Allah lah yang maha membolak-balikan hati.

Peristiwa mereka gagal tunangan itu telah terjadi sekitar 1 setengah tahun yang lalu. Kini aku mengenangnya sebagai suatu pelajaran hidup. Pelajaran bahwa sekeras apapun memerjuangkan, toh kalau tidak berjodoh pasti akan berpisah juga. Pelajaran bahwa mau bertahun-tahunpun kita akan berpacaran, kalau tidak berjodoh yah akan berpisah juga. Lalu hal ini menjadi cacatan selanjutnya bagi kehidupanku.
***

Aku yang belum menuntaskan seluruh ceritaku karena harus pulang cepat-cepat. Tetapi akhirnya aku tulis cerita ini kembali ketika sudah ada di rumah.
***

Aku pulang dari kantor menuju rumah kesayanganku, setelah berhasil menceritakan separuh  kisah singkat perjalanan cintaku ini. Aku langsung menemui suamiku tercinta yang katanya sudah menyiapkan makan malam untuk ulang tahun ku yang ke 25 tahun. Aku tidak sabar dan benar-benar tidak sabar. Seketika aku melangkah masuk rumah.

“Taraaaaaa” mas Amir langsung mengagetkanku di depan pintu dengan membawakan kue tar rasa coklat. Aku terkesiap namun kejutan ini sudah tercium sebelumnya. Pura-puralah aku kaget di depan mas Amir.

“Iih, sayang nih, bikin kaget aja.” Aku misuh-misuh mengelus dada, pura-pura kaget di depan dia  rupanya  memang berhasil.

“Iya dong, emang sengaja aku mau ngagetin kamu. Weeeekkk.” Dia lalu tertawa.

Langsung aja ku cium keningnya berkali-kali, dasar kamu mas, gak tau aja kalau sebenarnya aku pura-pura kaget. Lalu senyum ngiklik serta terharu di dalam hati.

Aku sangat bahagia sekali. Semua yang telah kuceritakan sebelumnya kini telah menjadi sebuah anugerah dimana aku akhirnya bertemu mas Amir di Lampung Walk lagi kala itu, pertemuan yang tidak disengaja hingga berakhir dengan saling bertukar nomor. Rupanya dia memang mempunyai niatan untuk mendekatiku hingga pada pendekatan di  tiga bulan pertama,  dia lalu datang ke rumah. tidak tanggung-tanggung, dia datang ke rumahnya membawa rombongan keluarga untuk mengatakan I LOVE YOU alias melamar ku.
Bagaima mungkin aku gak shock. Huhuhu kini quote itu benar.  Takdir yang telah membuatku jatuh cinta maka biarkan takdir pula yang menyelesaikannya. Aku tidak perlu ngapa-ngapain kan? cukup diam saja dan menerima kenyataan yang Tuhan beri, tidak mencela pun tidak memberontak. Dan pada akhirnya takdirku telah selesai, bukan suatu kebetulan kalau pada akhirnya aku bersama mas Amir, seseorang yang  dulu pernah  aku cintai diam-diam. Seseorang yang telah menjadi takdirku. Karena memang semuanya sudah diatur demekian indah olehNya, oleh Allah SWT yang menguji diriku untuk pandai menjaga rasa.






Komentar

Postingan populer dari blog ini

JATUH CINTA VIRTUAL PART 4

 JATUH CINTA VIRTUAL PART 4 KISAH CINTA KITA DI MASA LALU Written by Khoti Isnaeni   Ana sedang berada di kamar. Di tengah malam setelah shalat isya, Ia memberesi kamarnya serta memilah dan memilih barang-barang yang akan dibawanya ke Bandar Lampung. Dia juga sudah mengatur rencana. Ia akan tinggal bersama teman lamanya. Kebetulan temannya tinggal sendiri di sebuah rumah dan membutuhkan seseorang untuk tinggal bersama. Ia akan memulai pekerjaan barunya dengan bergabung di sebuah lembaga kursus Bahasa Inggris sebagaimana dulu Ia berkuliah dan mengajar dalam bidang ini. Ia ingin mempelajari Bahasa inggris lebih banyak. Mempelajari level-level dari paling bawah sampai teratas. Dan targetnya kala itu adalah menguasai teknik pengajaran TOEFL atau IELTS. Dibalik itu semua, orang tua Ana sudah memberinya izin. Meski pada awalnya mereka sangat berberat hati melepas Ana sendirian di kota besar tapi Ana akhirnya berhasil meyakinkan. “yaudah kalau maunya balik ke Bandar Lampung, kalau n

Panduan dalam Menghindari Cowok Modus

Panduan dalam menghindari cowok yang modus Jika kamu seorang cewek dan sering dimodusin cowok, maka bersabarlah mungkin ini ujian, tapi jangan diambil pusing, jangan takut, jangan ada dusta diantara kita, karena kamu bisa menghindarinya tanpa membuat cowok tersebut tersinggung, beberapa hal disini dapat kamu jadikan panduan dalam menghindari cowok yang modus tadi. Okey stay tune! 1.       Dia ngubungin kamu terus Gak ada ujan gak ada ojek kok tiba-tiba dia hubungin kamu terus, dari pagi misalnya dilanjut siang terus malem, seterusnya hubungin tanpa membicarakan hal yang penting, maka kamu berhak risih dengan perlakuanya yang tak biasa, hati-hati hal yang perlu kamu lakukan adalah, pertama kamu balas saja pesanya tersebut lalu jika beberapa saat ia masih hubungin lagi jangan dibales, tapi tunggu sampe satu jam berlalu, barulah kamu balas pesan dia dan jangan lupa sertakan maaf karena telat membalas agar dia tak mengira kamu menghindarinya, ini penting agar kamu tidak dianggap c