Langsung ke konten utama

JATUH CINTA VIRTUAL PART 7

JATUH CINTA VIRTUAL PART 7

MISKIN HARTA, MISKIN CINTA

Written by Khoti Isnaeni

 

Membiasakan diri untuk lepas dari kebiasaan menelpon, dari kebiasaan bertukar kabar adalah proses yang paling berat untuk dijalani saat sedang move on. Apalagi kita sedang berada di fase senang-senangnya untuk berbagi cerita. Tidak ada hal yang rupanya bisa membahagiakan hati Ana kecuali ketika dia bisa bebas bercerita apa saja dan bertukar opini apa saja dengan Angga. Dan proses ini setengah membuat Ana gila. Dia selalu melihat pesan-pesan Angga dari yang lama. Mengecek kapan Angga online dan menunggu kapan Angga update story di IG nya. Memang terlihat tidak normal. Seharusnya proses move on untuk jatuh cinta virtual bisa terjadi dalam waktu singkat. Itu yang Ana pikirkan secara logika. Namun nyatanya Ana melewati proses itu sampai dua bulanan. Dia melakukan kegiatan yang sama, pagi, siang dan malam dengan hal yang sama. Lalu Ana hanya bisa mengesampingkan apapun hal yang menjadi penyebab atas prilaku tidak normalnya itu. Ana adalah apa yang terjadi sekarang. Jika sekarang Ana selalu mengecek Angga dan ingin tahu hal-hal tentang Angga, mungkin itu adalah fasenya. Jalani saja fase itu sambil percaya bahwa perasaan semacam ini akan segera berlalu. Akan ada fase dimana suatu pikiran akan teralihkan dengan yang lain terutama ketika hal-hal baru bermunculan.

Dua bulan berlalu, di pagi hari yang cukup cerah Ana bekerja di depan layar komputer di kantornya, ditemani kopi yang dia bawa dari rumah. Dia sedang mengedit design Scholarship Talk and TOEFL Talk karena satu bulan lagi Ana akan mengisi acara tersebut bersama seseorang yang pernah mendapat beasiswa keluar negri.  

Pekerjaan Ana memang cukup mengandalkan daya kreativitas. Karena selain harus bisa mendesign. Dia harus bisa mengedit video. Harus bisa menyusun buku. Harus bisa mengajar Bahasa Inggris dengan style lembaganya. Banyak memang tapi cukup menyenangkan. Bagi Ana juga ilmu yang ia dapatkan jauh lebih mahal dari uang yang dia dapatkan, untuk itu tak masalah untuk belajar terlebih dulu, menabung kemampuan terlebih dulu.

Ana lalu mengobrol dengan Anis. Yakni teman kerjanya yang berstatus part timer teacher di lembaga tersebut dan juga berstatus sebagai mahasiswi yang saat ini sedang menggarap skripsi. Dia menjadikan Anis sebagai tempat berbagi kisah suka dan duka mengadu nasib di kota. Lalu mereka terlibat dalam suatu obrolan. Yakni obrolan mengenai masa depan.

“Nis,” Ana mulai bertanya di saat Anis sedang mengedit materi pembelajaran.

“Yaps, apa cuy?”

“Aku mau nanyak deh,” Lanjut Ana, “Apa yang kamu pikirin pas kamu akan lulus nanti? apa kamu  balik ke kampungmu atau tetap di sini? Kalau di sini, kamu mau merencanakan hal apa?” Tanya Ana penasaran.

Ana menanyakan hal ini, karena tentu saja Anis akan menghadapi fase seperti dirinya. Usai lulus, Ana harus menentukan arah hidupnya. Memilih dan menentukan sesuatu untuk masa depannya. Begitupun dengan Anis. Dia harus membuat perencanaan dan keputusan berikut dengan alasan-alasannya.

“Hhmmm,,,,” Anis berpikir. “Kayaknya aku bakal balik ke kampung deh Na, aku bisa ikut Ibu ku ngajar di sekolahnya sih, hehehe.” Jawab Anis make malu-malu kucing.

“Hhmm make orang dalem, hahaha.” Ana tertawa paham.

“Ya, gitulah. Hahaha.” Anis ikut tertawa. “Yah ibuku juga kan gak mau nglepas aku sendiri di sini. Maunya biar sama dia terus abis lulus.”

“Oh ya I see. Termasuk anak monkeylah yah, eh anak mami. Hahaha” Ana bercanda nyablak.

“Heh enak aja lu. Hahaha” Anis tertawa.

“Ehhh lu katanya udah putus nis sama pacar lu yah? Rasanya gimana tuh pasca putus?” Ana bertanya lagi.

Dalam suatu obrolan yang terjadi beberapa waktu terakhir dengan Anis. Ana memang beberapa kali mendengar curhatan Anis mengenai pacarnya. Pasalnya, pacar Anis menjadi tidak jelas dalam hubungan, dia tidak memberanikan diri untuk segera melamar atau menunjukan keseriusan. Yang ada justru Anis dibuat bingung karena prilakunya yang berubah. Mulai malas membalas chat dan jarang mengabari.

“Rasanya cuy mantap.” Jawab Anis sambil ketawa. “tapi gak terlalu sakit juga sih soalnya gue udah ngerasain sakit hati banget kan sebelum putus sama dia. Dimulai dari sikapnya yang dingin dan berubah, itu gue udah bisa nangkep apa yang akan terjadi. Jadi gue nunggu aja kapan dia mutusin aah akhirnya dia mau jujur juga.” jelas Anis mengungkapkan ceritanya.

Ana sedang fokus melihat ke arah komputer lalu beberapa saat memandangi anis yang juga sibuk mengetik di laptopnya. Sambil bekerja sambil ngrumpi. “jadi begitu yah kisah cintamu, cukup menyedihkan juga. tapi bisa lah kamu ambil pelajarannya dari sini, kamu jadi makin strong kan?” Ana lalu menguatkan Anis.

“iya dong. Sekarang udah biasa ajalah. Malah sekarang aku tuh lagi deket tau sama my first love. Jadi udah punya do’i lagi sekarang hehehe.” Anis tersenyum mrenges.

“gileeee emang orang ajib satu ini. Apa kabar gue yang udah mendapat gelar sarjana s2 pendidikan jomblo neh. Masih aja sendiri gue.” Ana malah curhat ngaco. Beberapa kali heran dengan orang-orang kenapa bisa dengan mudah masuk ke dalam sebuah hubungan lalu lebih heran lagi ketika dengan mudah mendapat pengganti setelah selesai dari hubungan. Paling tidak berkabunglah meski hanya satu bulan, dua bulan. Untuk menghargai perasaan mantan kekasih yang pernah disayanginya. Cailah. Pikir Ana sok tahu.

“Ya gitulah Na.” Ucap Anis tersenyum berharap.

“Ya, Ya.... oke. Lo sekarang udah punya doi sementara gue hanya punya do’a. Kita lihat saja yah nanti sapa yang naik panggung pelaminan duluan Nis. Hahaha” jelas Ana bengek.

Ana tertawa ngakak membayangkan dua kata doi dan do’a yang berbeda jauh ini. Dengan situasi Ana yang tak memiliki siapa-siapa sekarang, belum tentu Ana tertinggal oleh Anis. Bisa saja Ana bertemu keadaan yang menguntungkan dengan dihadirkannya sosok lelaki yang siap menikah dengan begitu Ana bisa menikah lebih dulu dari Anis. Kenyataan seperti ini bisa saja terjadi. Walaupun ini hanya angan-angan senja yang melintas singkat di kepala Ana.

Selain sering membicarakan masalah asmara, Ana juga berbincang mengenai kegiatannya di luar kerja. Ana bercerita juga soal keluarga, masa-masa kuliahnya dan juga soal mimpi-mimpi Ana yang ingin Ana perjuangkan. Anis adalah satu-satunya teman kerja Ana yang sudah menampung banyak cerita. Mereka lalu membangun hubungan baik sejak saat itu.

Hari ke hari berlalu. Bekerja dengan niat belajar dan mencari ilmu sudah Ana jalani dengan sepenuh hati selama beberapa bulan. Hanya saja financial Ana tak bisa dikatakan membaik. Semua uang yang ia dapatkan mudah habis untuk kebutuhan sehari-hari. Ia tak bisa menabungkan uangnya. Inilah yang akhirnya ia keluh-keluhkan. Ia mempunyai PR besar untuk mencari tambahan yang bisa Ia simpan untuk dana darurat.

Lalu diantara beberapa hal yang tengah ia pikirkan. Ketika situasi ini sedang melandanya. Ana justru mengalami hantaman dari luar. Kaka perempuan Ana yang tahu bagaimana kondisi financial Ana lalu mengatainya untuk segera mengambil tindakan.

“Daripada di Bandar Lampung masih susah mending pulang aja ke rumah. Kerja di sini aja. Kamu bisa simpan semua uang yang kamu dapatin nanti.” hal itu yang kaka Ana ucapkan kala mengobrol di telpon.

Ketika mendengar ungkapan itu dari kaka Ana sendiri. Ana langsung bersedih dan lemas. Sekedar untuk menerima keadaan dirinya yang serba kekurangan saat ini saja, hal itu sudah sangat berat Ia rasakan apalagi dengan adanya kalimat kakanya seperti itu. Dalam benak Ana tentu ada rasa ingin sekali menyerah dan pulang tapi dia juga tidak bisa kembali ke kampungnya. Sebab jika Ana kembali, Ana tak akan menemukan apa yang Ia inginkan. Mimpinya akan semakin terkubur atau bahkan hilang.

Ana tersadar ia sedang dalam dilema besarnya. Hidup susah, penuh gelisah, perjuangan dan tekanan. Tapi baginya, ini sangat lumrah dirasakan karena ini bagian dari cara Ana membentuk jati diri. Jika tidak merantau bagaimana Ana bisa menghargai kehidupan. Bagaimana Ana bisa mengatur keuangan, mengatur pola makannya. Hidup merantau baginya adalah tantangan terpenting bahkan sangat penting sebelum nantinya ia menikah. Karena dia akhirnya bisa menghargai nasi satu biji yang ada di piringnya. Meski harus dijalani dengan banyak permasalahan, Ana juga akhirnya tahu bagaimana mencari solusi akan permasalahan yang ada. Inilah yang akan dia gunakan untuk kehidupan di masa mendatang. Bersyukur dan juga kebal akan masalah. Really precious, isn’t it?

Dulu Ana merantau juga. Kuliah di Bandar Lampung juga. tapi dulu ia berada di level nyaman. Ana mendapat suply uang dari orang tua dan dia juga mencari uang tambahan. Jadi sangat gampang bagi Ana mengatasi berbagai masalah kebutuhan. Ana juga masih bisa membeli apapun dengan sesuka hatinya. Berbeda dengan situasi yang sekarang dimana dia harus memperhitungkan berbagai hal. Mencoba membeli sesuatu yang memang menjadi kebutuhannya saja bukan sesuatu yang ia inginkan. Tentang hal ini, Ana perlu kekuatan ekstra dalam menerima keadaanya.

Selain tekanan yang datang dari keluarganya. Ana juga merasa bahwa semakin hari dirinya semakin sendiri. Hal ini dikarenakan tidak ada satupun orang yang mampu memahami keinginannya. Baik itu di dalam keluarga atau teman sekitar Ana. Hal ini menyangkut keputusan Ana mengambil pekerjaan sebagai staff administrasi dan guru part timer di sebuah lembaga kursus tempat Ia bekerja. Kala itu Ana dan mbak Santi sedang bermain di kediaman teman dekat mbak Santi. Ia bernama mbak Luna. Dimana mbak Luna sendiri juga merupakan kaka tingkat Ana dengan jurusan yang sama yakni Pendidikan Bahasa Inggris. Di sana mereka mengobrol masalah hidup mereka masing-masing. Sampai akhirnya tiba diobrolan mengenai pekerjaan Ana. Di situlah lalu mbak Luna memberikan penilaian atau tanggapan mengenai apa yang Ana putuskan.

“Kalo menurut mbak, kamu mustinya ambil pekerjaan part timer aja dek, diperbanyak sambil nunggu ada lowongan sekolah. Karena kalo staff admin di lembaga mah jurusan lulusan SMA juga bisa itu.”  Ucap mbak Luna yang sudah mendengar jenis pekerjaan Ana.

“Apalagi kamu lulusan Cumlaude kan? Seharusnya kamu bisa dapet lebih dari sekedar pekerjaan kayak gitu.” Timpal mbak Santi.

Ana lalu bernapas sedikit panjang. Ana mencoba memahami maksud mbak Luna dan mbak Santi dengan kalimat yang sebenarnya cukup sakit untuk didengarkan. Pertama, Ana tidak menolak pernyataan mbak Santi dan mbak Luna namun kenyatannya Ana terlanjur menganggap bahwa pekerjaan ini sangat tepat untuk dilalui. Mengenai apa itu sesuai atau tidak, bergaji tinggi atau tidak nyatanya Ana tetap akan mendapatkan banyak hal yang tidak mungkin sekolah berikan. Ana hanya sedang mengkonsep hidupnya untuk mempelajari rupa-rupa kemampuan yang pernah ia idam-idamkan. Terutama kemampuan di bidang bahasa. Dia ingin lebih lemas mengajarkan Bahasa Inggris dan menggali banyak ide agar dapat mengajar Bahasa Inggris dengan cara yang menyenangkan. Ia ingin menemukan kepercayaan dirinya agar bisa menjadi guru yang siap menghadapi medan dan semua jenjang pendidikan.

Tapi apalah daya semua orang selalu memiliki kritik yang kadang tidak cukup membangun diri kita namun memberikan kelemahan pada perjuangan kita. Semua orang di sekitar Ana hampir memberi tahu bahwa pilihan yang ia ambil adalah pilihan yang keliru. Tidak ada satupun di antara orang di sekitarnya yang mampu melihat apa maksud dari setiap hal yang Ana lakukan. Minimal mereka bisa berkata, “Tetap semangat Na, percaya aja suatu saat akan ada masanya kamu mendapatkan hal yang layak untuk kamu dapatkan.” Karena Ana hanya memiliki harapan. Karena ia hanya memiliki mimpi. Karena Ana ingin keyakinanya tidak sekedar ada di dalam pikirannya namun selalu ada di hatinya. Jadi Ana ingin ada seseorang yang bisa memberikan kalimat-kalimat penuh harapan seperti itu. agar harapan di hatinya kian tumbuh bukan terbunuh.

 

Menghadapi hari-hari yang lain, dengan ketidak tahuan Ana mengenai tujuan dan arah hidupnya.  Ana kembali takut bahwa kehidupannya akan terancam oleh situasi tak terduga. Hal ini dikarenakan Ana pernah mengalami kendaraan mogok di tengah jalan. Namun karena kejadian ini pula, Ana dapat menemukan harapan dalam hidupnya kembali.

Kala itu Ana mengendari motor beat nya dan melintasi jalan lalu lintas sumatra. Setiap hari, Ana tahu jalanan selalu diisi oleh truk besar, kendaraan bus, travel, pribadi juga kendaraan bermotor. Ana sedang sampai di perempatan lampu merah yang merupakan jalur bertemunya semua pengendara dari berbagai arah. Ana melintas dari arah timur dan akan menuju selatan. Kendaraan Ana lalu melaju setelah lampu hijau menyala. Ia melewati bundaran itu lalu saat kendaraan mau berbelok ke selatan, motor Ana tiba-tiba mati sendiri di tengah bundaran. Ia lalu berhenti mendadak dan hampir tertabrak oleh kendaraan di belakangnya. Untungnya Ana tak sampai jatuh. Dengan penuh ketakutan lalu ia melambaikan tangannya ke kendaraan di belakang untuk memberi sinyal bahwa kendaraanya mati dan pleasee jangan tabrak aku. Dalam hati Ana begitu. Ana mencoba buru-buru menstarter ulang motornya lalu tak kunjung hidup. Dengan begitu Ana mendorong motor itu ke pinggir. Banyak yang melihat Ana. Kendaraan di belakang Ana pun melaju pelan menunggu Ana mendarat di bibir jalan.

Saat ia sampai di pingir. Ana menstandarkan kendaraanya. Tangannya tiba-tiba mengalami tremor. Ia agak shock dengan kejadian motor mogoknya itu. apalagi hal ini terjadi di tengah jalan yang ramai. Ana juga hampir saja mau menangis. Mungkin karena Ia takut tapi Ia mau menangis karena bersyukur juga. Seandainya paska motor Ana mati lalu di belakang ada kendaraan truk besar yang melaju cepat. Pasti Ana sudah ditabrak dari belakang. Ia lalu melihat tangannya bergetar, merasakan tubuhnya mendadak lemas seperti sudah kehabisan tenaga. Ia mengusap ke dua pipinya seperti ingin menyeka air mata. Pikirannya berlari-lari kenapa kejadian seperti ini harus dialaminya. Lalu ia hanya bisa meracau.

Beberapa detik kemudian, datang seorang bapak-bapak. Dari pakaiannya sudah jelas bapak-bapak yang mendatangi Ana adalah seorang ojek online. Ia lalu bertanya ke Ana.

“kenapa motornya nak?” tanya bapak itu yang masih di atas motornya.

“gak tau pak motornya mogok sendiri tadi.” Ucap Ana masih lemas. “kira-kira kenapa yah pak?” Ana melanjutkan.

Bapak itu kemudian turun dari motornya lalu menstandar dua motor Ana. Ia  kemudian menstarter motor Ana cukup lama dan kemudian motor itu pun dengan ajaibnya hidup kembali. Ana yang berdiri dengan raut wajah penuh ketidakberdayaan dan kemiskinan itu, bengong sangat lama.

“waaahhh kok bisa hidup sendiri lagi pak. Tadi saya starter gak bisa loh.” Ana bertanya terheuran-heuran.

“coba besok-besok ganti pertamax, yang oktannya tinggi. Mungkin motornya gak mau ngangkat digas karena oktannya rendah.” Jelas bapak tersebut pada Ana. Ana hanya mengelengkan kepala. Menurutnya penjelasan bapak tersebut masuk akal mengingat bensin kendaraan Ana selama ini adalah pertalite. Ia lalu menggelengkan kepala lagi.

“owwh gitu yah pak?” Ana sadar dirinya baru tahu hal ini.

“Iya.” Jawab bapak tersebut.

Bapak itu lalu kembali mengendari kendaraanya dan langsung berpamitan kepada Ana.

“terima kasih banyak pak sebelumnya.” Ana lalu tersenyum bersyukur pada bapak itu.

“ya sama-sama....” kemudian bapak itu melajukan kendarannya pergi. Sambil melihat punggung bapak itu, Ana tersenyum kecil.

Ana lalu menaiki kendaraannya dan melanjutkan perjalanan pulang. Ada perasaan yang aneh kala itu. Ia merasa kejadian yang menimpanya adalah kejadian yang sangat berharga. Meski awalnya Ana sangat kesulitan namun tiba-tiba datang kemudahan. Detik itulah Ana kemudian meyakini sesuatu akan kebenaran kalimat Allah SWT, seperti yang sudah dijelaskan dalam Firman Allah SWT surat al-insyirah ayat 5-6 yang artinya : Karena sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan. Sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan...”

Ana bergumam. Dari satu kejadian yang menimpanya itu. tumbuh sebuah harapan akan segala kesusahan yang dia alami. Ada keyakinan dalam hatinya yang datangnya cukup kuat. Jika Ana jeli menangkap semua momen menyedihkan dan menyusahkan dalam hidupnya. Ia akan terpukau dengan maksud yang Allah SWT berikan dari waktu ke waktu. Ketika Ana bingung akan tinggal dimana dan dengan siapa, lalu ada mbak Santi yang menawarkan tempat tinggalnya pada Ana. Ketika Ana merasa susah dalam hal financial, mbak Santi juga ikut membantu Ana melangsungkan kehidupannya di sini. Kesimpulannya adalah, kesusahan akan datang bersama kemudahan. Tidak mungkin akan susah tanpa ada tangan Allah SWT yang membantu.

Kemudian Ana sadar. Entah itu karir atau pasangan hidup yang saat ini belum jelas keadaanya, akan ada masanya semua akan datang dengan sangat mudahnya. Jika Ana mampu menjadikan rasa syukur sebagai penolong hidupnya. Barangkali datangnya akan lebih cepat. Allah SWT juga tak akan segan-segan memberinya lebih dari yang ia inginkan atau bahkan dari yang selama ini menjadi angan-angannya.

Sambil mengendari motornya dan pulang ke rumah, Ana menangis sedikit sekaligus merasakan merinding sekujur tubuh. Bayangannya akan masa depan semakin positive. Energy yang ia hasilkan pun membuatnya semakin sadar bahwa ia harus semakin bersyukur sepanjang waktu. Harus bahagia dan menikmati hidupnya. Yang paling penting, apapun keadaan Ana sekarang, Ia harus menerima semuanya dengan penuh kesyukuran. Karena itu kunci paling kuat yang harus Ana pegang erat.

Sesampainya Ana di rumah, Ana lalu menceritakan kejadian itu pada mbak Santi. Seperti biasa, sembari menyiapkan makan malam. Ana dan mbak Santi selalu memasak sambil ngerumpi. Mbak Santi yang mendengarkan Ana bercerita sampai ikut prihatin. Mbak Santi tahu bahwa Ana sedang memperjuangkan masa depannya. Banyak hal susah memang yang sedang Ana hadapi. Mbak santi mencoba memberikan arahan financial management lagi. Bagaimana mengatur keuangan supaya tidak kehabisan. Bagaimana mengatur pola makan sehat dengan budget rendah. Yang segalanya memang sudah Ana terapkan dari awal hidup bersama mbak Santi.

Malamnya, usai bercerita banyak hal dengan mbak Santi. Ana kembali ke kamarnya. Ia tidur sambil bermain HP dan menscroll sosial medianya. Ana melihat-lihat lagi instagram milik Angga karena entah kenapa hanya itu yang bisa ia lihat. Lalu Ana membuka WA Angga. Masih menjadi misteri kenapa Angga bisa meninggalkan Ana dan pergi menjauh. Tidak meninggalkan pesan apapun atau membalas pesan milik Ana lagi. Ana selalu mengakhiri malam dengan rasa penasaran. Kenapa Angga yang awalnya senang berkenalan dengan Ana menjadi seperti itu.

“Angga, kamu dimana? Apa kamu memikirkan aku di sana? Aku ingin bercerita banyak hal.” Ana hanya bisa bergumam agak gila.

Meski logika Ana tidak bisa menemukan apa penyebab kegilaan dirinya terhadap Angga. Ana merasa bersyukur bahwa dirinya bisa merasakan sesak kerinduan semacam ini. Ia mampu merasakan beratnya ingin menyapa seseorang. Merasakan kebingunan akan perasannya. Merasakan sepi. Rupanya seperti inilah kira-kira rasanya berada di fase merelakan seseorang pergi setelah perasaan bahagia yang dulu pernah ia dapatkan. Dan anehnya, Angga seperti membawa seperempat jiwa Ana. Ana tak tahu mencarinya kemana lagi. Moment gila saat mengobrol bersama Angga adalah hal membahagiakan baginya. Ana bahkan menyadari bahwa cinta datang padanya bukan karena bunga atau coklat tapi karena dia didengarkan. Karena kehidupannya sudah didengarkan oleh Angga dan Ana merasa Angga pendengar yang baik. Cinta mudah sekali hadir di diri siapa saja ketika hidupnya dipahami oleh orang lain bahkan persahabatan juga berjalan karena satu sama lain selalu mendengarkan. Untuk itu Ana tak heran kenapa Angga dan dirinya merasa nyaman satu sama lain. Sebab terbesarnya tentu saja karena mereka berdua saling mendengarkan.

Di tengah malam, Ana mencoba mendengar lagu kesukaanya kembali, “Amin Paling Serius” yang dinyanyikan oleh Sal Priyadi dan Nadin Amizah. Ia mendengarkan berulang-ulang sambil tertidur. Ia merelakan pikirannya melayang-layang jauh. Terbang mengudara bersama angan-angannya selama ini.

Ana ingin menghabiskan malam dengan menangis. Antara menangis karena Angga atau menangis karena terharu dengan Mu’jizat Tuhan akan kekuatan pertahan perasaanya itu.Ia menatap perjalananya dari dulu hingga sekarang sama peris seperti sedang memutar fim melankoly yang sedang diputar di kepalanya. Ia mencoba membandingkan keadaan dulu dan sekarang. Keadaan Ana yang dulu sejahtera yang kini berbeda. Dia sudah menghadapi realitas kehidupan. Dia sudah tahu rasanya berangkat pagi dan pulang sore dengan badan yang letih, pikiran yang semrawut, dan juga beban besar menggapai impian.

Dulu Ana tak pernah merasakan apa itu jatuh cinta. Bagaimana menginginkan dan diingikan oleh orang lain. Sampai-sampai Ana pernah berkata ke salah satu temannya, “kalau ada laki-laki di dunia ini bisa membuat aku patah hati, aku kasih dia uang satu miliar.” Dengan lagaknya yang super jumawa. Tapi kini ia akhirnya merasakan kehilangan atau patah hati tersebut. Kalau ucapan itu masih berlaku sampai sekarang, seharusnya Ana memberikan uang satu miliar itu ke Angga. Karena Angga sudah berhasil membuat Ana patah hati. Tapi ini tentu mustahil dapat ia berikan, mengingat kemiskinan sedang melanda kehidupan Ana.

Ana lalu tertawa kecil, kesimpulan yang sangat tragis dalam hidupnya yang sekarang, dia harus berperang dengan dirinya yang miskin harta dan juga miskin cinta. Tapi Ana tak ingin kalah dengan pendapat buruk ini, semua akan mungkin Ana dapatkan, cinta sejati dan harta yang berkah, jika Ia mampu memeranginya dengan kesabaran dan syukur. Ana harus segera menyadari bahwa emosinya sedang dipermainkan oleh semesta dan oleh sebab itu, saatnya sekarang  untuk bermain-main dengan emosi untuk mempermainkan semesta. Agar semesta mendatangkan apa yang Ana mau dan inginkan.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

JATUH CINTA VIRTUAL PART 4

 JATUH CINTA VIRTUAL PART 4 KISAH CINTA KITA DI MASA LALU Written by Khoti Isnaeni   Ana sedang berada di kamar. Di tengah malam setelah shalat isya, Ia memberesi kamarnya serta memilah dan memilih barang-barang yang akan dibawanya ke Bandar Lampung. Dia juga sudah mengatur rencana. Ia akan tinggal bersama teman lamanya. Kebetulan temannya tinggal sendiri di sebuah rumah dan membutuhkan seseorang untuk tinggal bersama. Ia akan memulai pekerjaan barunya dengan bergabung di sebuah lembaga kursus Bahasa Inggris sebagaimana dulu Ia berkuliah dan mengajar dalam bidang ini. Ia ingin mempelajari Bahasa inggris lebih banyak. Mempelajari level-level dari paling bawah sampai teratas. Dan targetnya kala itu adalah menguasai teknik pengajaran TOEFL atau IELTS. Dibalik itu semua, orang tua Ana sudah memberinya izin. Meski pada awalnya mereka sangat berberat hati melepas Ana sendirian di kota besar tapi Ana akhirnya berhasil meyakinkan. “yaudah kalau maunya balik ke Bandar Lampung, kalau n

Panduan dalam Menghindari Cowok Modus

Panduan dalam menghindari cowok yang modus Jika kamu seorang cewek dan sering dimodusin cowok, maka bersabarlah mungkin ini ujian, tapi jangan diambil pusing, jangan takut, jangan ada dusta diantara kita, karena kamu bisa menghindarinya tanpa membuat cowok tersebut tersinggung, beberapa hal disini dapat kamu jadikan panduan dalam menghindari cowok yang modus tadi. Okey stay tune! 1.       Dia ngubungin kamu terus Gak ada ujan gak ada ojek kok tiba-tiba dia hubungin kamu terus, dari pagi misalnya dilanjut siang terus malem, seterusnya hubungin tanpa membicarakan hal yang penting, maka kamu berhak risih dengan perlakuanya yang tak biasa, hati-hati hal yang perlu kamu lakukan adalah, pertama kamu balas saja pesanya tersebut lalu jika beberapa saat ia masih hubungin lagi jangan dibales, tapi tunggu sampe satu jam berlalu, barulah kamu balas pesan dia dan jangan lupa sertakan maaf karena telat membalas agar dia tak mengira kamu menghindarinya, ini penting agar kamu tidak dianggap c

JODOH TIDAK AKAN KEMANA (romance)

JODOH TIDAK AKAN KEMANA Written by Khoti Isnaeni " Takdir yang telah membuatku jatuh cinta maka biarkan takdir pula yang menyelesaikannya. "              “Hey Cantik.” Aku sempat malu dan gak karuan rasanya ketika mendapat sapaan itu dari Amir. Sempet senyum-senyum namun secara mendadak senyumku berubah manyun. “Apa sih manggil-manggil” Amir langsung merespon. “Cacar bintik-bintik.” Sambil ketawa jumawa. Begitu dengar kalimat itu, sumpah deh aku langsung lari ngiprit dan menjauh kayak kadal dikejar ular kobra. *** Heey, aku Leli, sering disapa Leli oleh kawan-kawan. Sudah 10 tahunan silam cerita di atas telah terbenam, namun masih seperti baru saja terjadi kemarin.   Dulu aku memang menyimpan perasaan cintaku pada Amir, seseorang yang kukenal sejak di bangku SMA. Diawali dengan panggilan cacar bintik-bintik yang aku rasa menarik juga untuk diceritakan. Kalau boleh jujur, itu adalah salah satu permulaan mengapa aku bisa suka. Karena dia pern